Langsung ke konten utama

Solusi : Program Berhenti Merokok untuk Perokok Aktif


Ada banyak alasan perokok ketika diajak untuk berhenti merokok. Yang paling sering saya dengar mungkin adalah mereka tidak peduli karena sakit dan mati ada di tangan Tuhan dan semua pasti sudah ada waktunya. Kalau sudah seperti ini, sulit sekali memang menjejalkan segala jenis efek samping dari merokok. Perokok sudah bebal dan memang tidak mau mendengarkan.

Lalu apa yang harus kita katakan kepada perokok agar mau berhenti merokok? Salah satunya mungkin adalah memberitahukan bahwa asap rokok sangat mengganggu dan merugikan bagi orang-orang yang tidak merokok. Siapa yang akan merasa terganggu sangat bervariasi, mulai dari orang-orang asing sekitar kita sampai kepada anak-anak kecil yang hidup serumah dengan perokok aktif. Kadang, untuk menyadarkan hal ini kepada perokok, memang harus ada orang yang sakit karena asap rokok.

Pemerintah sadar akan hal ini. Pemerintah sadar bahwasanya merokok ditempat umum akan sangat merugikan perokok aktif maupun non-perokok. Pemerintah menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan tujuan menambah wilayah bebas asap rokok yang aman bagi seluruh golongan masyarakat. Perokok dilarang merokok dengan landasan bahwa setiap orang berhak untuk menghirup udara bersih bebas asap rokok. Sedikit mengurangi frekuensi merokok memang, namun masih belum cukup untuk menyadarkan perokok untuk kembali kejalan yang benar.

Pemerintah juga sedari lama telah menuliskan bahaya merokok dibungkus-bungkus rokok. Mulai dari hanya sekedar peringatan berupa tulisan sampai sekarang telah disertakan gambar pasien-pasien penyakit kronis akibat dari bahaya merokok. Pertanyaannya : apakah hal ini memengaruhi keputusan perokok untuk berhenti? Jawabannya : tidak juga. Sebanyak 65% responden dalam sebuah penelitian di Surabaya mengatakan bahwa mereka tidak yakin akan keberhasilan dari peringatan-peringatan tersebut. Respon yang diberikan setelah membaca peringatan bahaya merokok pun kebanyakan hanya sekedar biasa saja. Hal ini membuktikan bahwa perokok memang memilih untuk tidak peduli dan mengabaikan bahaya-bahaya merokok.

Kedua usaha pemerintah diatas telah membuktikan kita bahwa dorongan dari luar tidak semata-mata menyadarkan perokok untuk berhenti dan meninggalkan rokok. Perlu ada intensi dari dalam diri perokok yang memicu perokok untuk mulai berhenti merokok. Intensi ini merupakan niat dari individu yang berkaitan dengan kepercayaan (belief) dan pengetahuan (knowledge) yang dimiliki oleh individu perokok. Menurut Yuwono, ada 7 aspek yang memengaruhi intensi seseorang. Ketujuh aspek tersebut :

1. Aspek Tanggung Jawab
2. Aspek Tingkat Ketergantungan
3. Aspek Biaya
4. Aspek Sosialisasi
5. Aspek Dampak
6. Aspek Hubungan Interpersonal
7. Aspek Kejelasan Stimulus

Aspek-aspek inilah yang memengaruhi intensi dalam diri perokok untuk mengambil keputusan dalam berhenti merokok. Sehingga yang butuh kita pertimbangkan dalam mengajak perokok untuk berhenti merokok adalah dengan meneliti aspek-aspek berikut.

Program berhenti merokok (berdasarkan aspek yang memengaruhi intensi)

1. Aspek Tanggung Jawab

Perokok kita tuntut untuk memikirkan tanggung jawab apa yang telah lalai mereka lakukan karena merokok. Contoh, kesehatan. Menjelaskan dampak kesehatan merokok itu sendiri dengan fakta medis kemudian disangkutpautkan dengan tanggung jawab kepada keluarga. Bagaimana jika ayah yang perokok jatuh sakit? Siapa yang akan mencari nafkah keluarga? Bagaimana jika anak terkena penyakit paru-paru karena kebiasaan orang tua merokok? Atau, bagaimana kalau anak adalah perokok dan tidak bisa melakukan aktivitas fisik seintens dengan anak non-perokok? Perokok diingatkan akan tanggung jawab mereka tidak hanya kepada diri sendiri dan orang lain, namun kepada keluarga.

2. Aspek Tingkat Ketergantungan
Menghentikan perokok yang sehari menghabiskan 2 bungkus rokok dalam sekejap merupakan hal yang mustahil. Tingkat ketergantungan orang terhadap merokok pun berbeda-beda.
    
Dilatarbelakangi oleh berbagai alasan yang memulai kebiasaan merokok, perokok harus diberi jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan. Misal, seorang perokok menghabiskan 5 batang rokok dalam sehari, dilakukan setiap habis makan dan sebelum tidur setelah bangun, perokok bisa diberikan alternatif rokok. Makan permen sehabis makan bisa menjadi solusi. Dalam sehari perokok tersebut bisa mengurangi 3 batang rokok yang dikonsumsi. Perlahan, perokok juga akan mengeliminasi 2 batang rokok lain dalam konsumsi rokok sehari-harinya.

Perlu diperhatikan, menurunkan tingkat ketergantungan ini menuntut komitmen dan pengawasan yang cukup intens. Terkadang perokok dapat lupa dan jika dibiarkan akan kembali ke posisi awal.

3. Aspek Biaya

Cukup berkaitan dengan aspek tanggung jawab, aspek biaya adalah hal yang sangat seru untuk dibahas dengan perokok. Perokok bisa diingatkan dengan target-target yang ingin dicapai. Uang sekolah anak misalnya. Untuk satu bungkus rokok setiap hari bisa menghabiskan 16.000 rupiah, jika kita hitung dalam sebulan bisa menghabiskan sebesar 480.000 rupiah. Sebuah nominal yang cukup lumayan dan bisa ditabung untuk pendidikan anak.

Permasalahannya, perokok akan berkilah bahwa mereka masih bisa memenuhi kebutuhan walaupun merokok. Jika sudah begini, perlu diingatkan lagi karena telah lama merokok, mungkin saja mereka terkena sakit sewaktu-waktu dan mengganggu finansial keluarga. Ayah perokok yang sakit hanya akan menghabiskan tabungan keluarga tanpa mampu menghasilkan untuk biaya sehari-hari. Perlu ditekankan, pendidikan anak tidak boleh menjadi korban keegoisan orang tua perokok.

4. Aspek Sosialisasi

Pergaulan perokok dengan para perokok lain akan menghambat proses untuk berhenti merokok. Mengurangi intensitas waktu bersosialisasi dengan perokok lain mungkin akan membantu. Pasalnya, perokok akan lebih mudah tergoda untuk kembali menkonsumsi rokok saat melihat lingkungannya juga merokok. Adalah sebuah konsumsi yang sangat tidak perlu dalam program berhenti merokok.

Namun, larangan untuk bersosialisasi mungkin dapat menyakiti hati perokok. Kita bisa menyarankan perokok untuk mengambil makanan atau minuman untuk mengganti rokok ketika sedang bersosialisasi. Kacang dan kopi misalnya akan membantu perokok untuk tidak merokok.

5. Aspek Dampak
Kita telah sampai pada dampak nyata dari berhenti merokok. Menjelaskan dampak harus berkaitan dengan motivasi awal untuk berhenti merokok didukung dengan aspek-aspek lain. Perlu diperhatikan bahwa dampak tidak bisa dirasakan secara instan dan bahwa godaan untuk kembali akan terasa ditengah jalan.

Dampak berhenti merokok dan dampak merokok keduanya akan menyemangati perokok untuk tetap berada dalam program. Ingatkan perokok kembal dengan dampak merokok jika mereka ketahuan mencoba kembali rokok. Tanya jika memiliki kesulitan tertentu dan alasannya. Kita harus mendengarkan dengan baik untuk bisa memberantas dari akar permasalahnnya. Memarahi perokok karena kembali mencoba rokok mungkin hanya akan menambah bebal hati perokok. Ingat, bahwa proses berhenti dari kecanduan itu sulit dan usaha untuk menolak godaan kembali jauh lebih sulit

6. Aspek Hubungan Interpersonal
Hubungan perokok dengan mantan perokok dalam program berhenti merokok akan sangat memotivasi perokok. Mantan perokok telah merasakan kesulitan yang sama dengan perokok. Masa-masa memulai merokok, kecanduan, menolak ajakan berhenti merokok, dan kesulitan dalam program berhenti merokok telah dirasakan sehingga perokok memiliki motivasi lebih dalam program ini. Mantan perokok mungkin dimotivasi oleh hal sama dengan perokok kita dalam hal berhenti merokok, beberapa mungkin tidak. Mungkin ada yang berhenti merokok karena melihat keluarga sakit, permintaan dari anak, menghemat biaya, atau karena sakit kronis. Perokok yang melihat latar belakang dan hasil akhir dari program ini akan memiliki pengetahuan lebih dan semangat positif baru.

7. Aspek Kejelasan Stimulus


Semakin jelas stimulus yang dihadirkan suatu objek akan menambah keyakinan perokok untuk berhenti merokok. Dampak-dampak berhenti merokok yang dirasakan setelah memulai program berhenti merokok akan semakin besar dan terasa oleh perokok. Perokok akan semakin yakin untuk tetap berhenti merokok dan mendukung program ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah, akan ada masa kritis perokok untuk kembali ke awal. Saat inilah peran kita sebagai pengawas untuk kembali memberikan stimulus yang benar dan mendengarkan kesulitan yang terjadi.

Mengajak perokok untuk berhenti merokok adalah hal yang cukup sulit, lebih sulit bagi perokok untuk memulai program berhenti dan tetap terus berada dalam program. Memarahi perokok hanya akan menambah rasa bebal dan ingkar dalam diri perokok. Sebaliknya, pendekatan dengan mencari alasan awal dan dampak akhir akan membantu perokok untuk lebih terbuka dan mau untuk berkomitmen. Dorongan dari luar saja tidak akan cukup untuk memicu perokok dalam berkomitmen. Perkokok perlu diingatkan kembali akan siapa-siapa saja yang bergantung dalam keberhasilan perokok untuk berhenti merokok. Selamat mencoba dan berproses :)

Komentar